Langsung ke konten utama

ANALGETIK



Analgesik adalah senyawa dalam dosis terapeutik yang dapat meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa menghilangkan kesadaran (Mutschler, 1991). Analgesik diklasifikasikan dalam 2 golongan besar yaitu analgesik sentral (golongan narkotik) dan analgesik perifer (golongan non-narkotik) (Tan&Rahardja, 2008).
1.   ANALGESIK NARKOTIK
Pengertian
Analgetika narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi dan kolik usus atau ginjal (Siswandono dan Soekardjo, 2008)
Mekanisme kerja
MORFIN
Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euforia dan rasa mengantuk (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
Contoh analgesik narkotik adalah morfin dan kodein. Menurut Beckett dan Casy, reseptor turunan morfin mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk timbulnya aktivitas analgesik yaitu:
1.    Struktur bidang datar, yang mengikat cincin aromatic obat melalui ikatan van der Waals
2.    Tempat anionik, yang mampu berinteraksi dengan muatan positif obat
3.    Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk menampung bagian –CH2-CH2- dari proyeksi cincin piperidin yang terletak di depan bidang yang mengandung cincin aromatic dan pusat dasar.
Morfin memiliki tiga gugus polar (fenol, alkohol dan, amin) sedangkan analognya telah kehilangan gugus polar alkohol atau ditutupi dengan gugus alkil atau asil. Dengan demikian maka analog morfin akan lebih mudah masuk ke otak dan terakumulasi pada sisi reseptor dalam jumlah yang lebih besar sehingga aktivitas analgesiknya juga lebih besar (Patrick, 1995)
Hubungan struktur-aktivitas lain
1. Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas analgesik, meningkatkan aktivitas antibatuk dan meningkatkan efek kejang.
2.  Eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau pergantian gugus hidroksil alkohol dengan halogen atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik, meningkatkan efek stimulan, tetapi juga meningkatkan toksisitas.
3. Perubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgesik secara drastis.
4. Pengubahan konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan efek analgesik.
5. Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi dibanding morfin.
6.  Pembukaan cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas.
7. Demetilasi pada C17 dan perpanjangan rantai alifatik yang terikat pada atom N dapat menurunkan aktivitas. Adanya gugus alil pada atom N menyebabkan senyawa bersifat antagonis kompetitif Ukuran dari substituen N akan mempengaruhi potensi dan sifat agonis atau antagonis. Secara umum, substitusi N-metil akan menghasilkan senyawa dengan sifat agonis yang baik. Peningkatan ukuran substituen N dengan 3 atau 5 karbon akan menghasilkan senyawa yang antagonis dengan beberapa atau semua reseptor opioid

(Siswandono dan Soekardjo, 2008; Foye et al, 1995)
  
    METADON
  Turunan metadon bersifat optis aktif  dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadon dapat membentuk cincin bila dalam larutan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya tarik –menarik dipol-dipol antara basa N dengan gugus karboksil.
Contoh:
·         Metadon, mempunyai aktivitas analgesik 2 kali morfin dan 10 kali meperidin. Levanon adalah isomer levo metadon, tidak menimbulkan euforia seperti morfin dan dianjurkan sebagai obat pengganti morfin untuk pengobatan kecanduan.

·         Propoksifen, yang aktif sebagai analgesik adalah bentuk isomer α (+). Bentuk isomer α (-) dan β-diastereoisomer aktivitas analgesiknya rendah. α (-) Propoksifen mempunyai efek antibatuk yang cukup besar. Aktivitas analgesik α (+) propoksifen kira-kira sama dengan kodein, dengan efek samping lebih rendah. α (+) propoksifen digunakan untuk menekan efek gejala withdrawal morfin dan sebagai analgesik nyeri gigi. Berbeda dengan efek analgesik narkotik yang lain, α (+) propoksifen tidak mempunyai efek antidiare, antibatuk dan antipiretik.

2. ANALGETIK NON – NARKOTIK
Berdasarkan struktur kimianya, analgesik non-narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgesik antipiretika dan obat anti radang bukan steroid (Non Steroidal Antiinflamatory Drugs = NSAID). Analgesik antipiretika digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit. Contoh golongan ini adalah asetaminofen. Kelompok NSAID mempunyai efek analgesik, antipiretik dan efek antiinflamasi. Untuk kasus ini, yang paling banyak digunakan adalah zat-zat dengan efek samping relatif sedikit, yakni ibuprofen, naproksen, diklofenak (Siswandono&Soekardjo, 2000, Tan & Rahardja, 2008).

Mekanisme Kerja
a.    Analgesik
Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada system saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti baradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
b.    Antipiretik
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
c.      Antiradang
Analgetika non narkotik menimbulkan efek antiradang dengan menghambat biosintesis dan pengeluaran prostaglandin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga menurunkan gejala keradangan. Mekanisme lain adalah menghambat enzim-enzim yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringa kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-enzim lisosom melalui stabilisasi membran yang terkena radang (Siswandono dan Soekardjo, 2008).

Penggolongan
Turunan Anilin dan para-Aminofenol
Hubungan struktur-aktivitas
1)    Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi toksisitasnya juga besar karena menimbulkan methemoglobin, suatu bentuk hemoglobin yang tidak dapat berfungsi sebagai pembawa oksigen.
2)    Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan dapat menurunkan aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi gugus amino (asetanilid) dapat menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar menyebabkan pembentukan methemoglobin dan mempengaruhi jantung. Homolog yang lebih tinggi dari asetanilid mempunyai kelarutan dalam air sangat rendah sehingga efek analgesik dan antipiretiknya juga rendah.
3)    Turunan aromatik dari asetanilid, seperti benzenanilid, sukar larut dalam air, tidak dapat dibawa oleh cairan tubuh ke reseptor sehingga tidak menimbulkan efek analgesik, sedang salisilanilid sendiri walaupun tidak mempunyai efek analgesik tetapi dapat digunakan sebagai antijamur.
4)    Para-aminifenol adalah produk metabolic dari anilin, toksisitasnya lebih rendah dibanding anilin dan turunan orto dan meta, tetapi masih terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai obat sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk mengurangi toksisitasnya.
5)   Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol (asetaminofen) akan menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar dan pada pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan methemoglobin dan kerusakan hati.
6)  Eterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol dengan gugus metil (anisidin) dan etil (fenetidin) meningkatkan aktivitas analgesik tetapi karena mengandung gugus amino bebas maka pembentukan methemoglobin akan meningkat.
7)  Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti gugus karboksilat dan sulfonat, ke inti benzene akan menghilangkan aktivitas analgesik.
8)    Etil eter dari asetaminofen (fenasentin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi, tetapi pada penggunaan jangka panjang menyebabkan methemoglobin, kerusakan ginjal dan bersifat karsinogenik sehingga obat ini dilarang di Indonesia.

9)   Ester salisil dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan meningkatkan aktivitas analgesik.

Turunan asam salisilat
Hubungan struktur-aktivitas turunan asam salisilat
1)    Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting untuk aktivitas dan letak gugus hidroksil harus berdekatan dengannya.
2)    Turunan halogen, seperti asam 5-klorsalisilat, dapat meningkatkan aktivitas tetapi menimbulkan toksisitas lebih besar.
3)    Adanya gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan aktivitas.
4)    Pemasukan gugus metil pada posisi 3 menyebabkan metabolisme atau hidrolisis gugus asetil menjadi lebih lambat sehingga masa kerja obat menjadi lebih panjang.
5)    Adanya gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat meningkatkan aktivitas.
6)    Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dari gugus karboksilat (diflunisal) dapat meningkatkan aktivitas analgesik, memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek samping, seperti iritasi saluran cerna dan peningkatan waktu pembekuan darah.
7)    Efek iritasi dari aspirin dihubungkan dengan gugus karboksilat. Esterifikasi gugus karboksil akan menurunkan efek iritasi tersebut. Karbetil salisilat adalah ester karbonat dari etil salisilat, ester ini tidak menimbulkan iritasi lambung dan tidak berasa.

diskusi  yuk
1. mengapa golongan metadon bersifat optis aktif
2. mengapa golongan anilin menyebabkan methemoglobin , jelaskan pengaruhnya terhadap kesehatan
3. apakah peningkatan gugus amino bebas dapat meningkatkan methemoglobin ?
4. mengapa pada turunan anilin jika disubstitusikan gugus polar akan menurunkan efek analgetik ?

DAFTAR PUSTAKA
Foye, W. O., T. L. Lemke, and D. A. Williams. 1995. Principles of Medicinal Chemistry: Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Mutschler Ernst. 1991. Dinamika Obat Edisi 5. Bandung : ITB.
Patrick, Graham. 1995. An Introductin To Medicinal Chemistry. New York: Oxford University Press.
Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press.

Tan, H. T. dan Rahardja, K. 2008. Obat-Obat Penting Kasiat, Penggunaan Dan Efek Sampingnya. Edisi  6. Jakarta : Kompas-Gramedia

Komentar

  1. assalamualaikum ,bagaimana jika pasien mengalami kecanduan obat analgetik narkotik dan non narkotik di dlm tubuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya ingin ikut berdiskusi, sama halnya dengan seseorang yang kecanduan narkoba, maka penyembuhannya dapat dilakukan dengan penurunan dosis atau pemberian obat lain yg memiliki efek sama sehingga gejala putus obat tidak langsung dialami, melainkan penurunan dosis obat hingga pasien bisa benar benar bisa lepas penggunaan obat.

      mohon perbaikannya jika salah

      Hapus
    2. terimakasih mbak ivo , bener nih yang ditambahin mbak ivo, penurunan dosis itu dikenal dengan nama tappering off, jadi perlahan lahan diturunkan dosisnya tidak langsung diberhentikan , namun tappering off ini juga berdasarkan pemantauan langsung oleh dokter ,
      eh iya mungkin yang membuat kecanduan itu yg golongan narkotik kali ya tami ? kalo non narkotik cenderung tidak menimbulkan efek kecanduan

      Hapus
    3. dan menurut saya, selama penggunaan obat analgetik golongan opiat ini sesuai dengan dosis yang dianjurkan tidak akan terjadi kecanduan.
      mbak soya mungkin bisa dipaparkan rentang jendela terapi obat ini?

      Hapus
    4. Dosis dan cara pemberian

      Morfin
      Morfin adalah obat pilihan untuk analgesia pasca bedah, murah dan digunakan secara luas. Atasi nyeri berat akut atau pasca bedah dengan bolus iv 2-3 mg setiap 3-5 menit (1 mg bolus untuk usia lanjut dan lemah). Pasien harus diawasi ketat selama paling sedikit 30 menit sesudahnya. Dosis intramuskular adalah 7,5 mg selama 40-65 kg berat badan atau 10 mg untuk 65-100 kg.

      Kodein fosfat
      Kodein terdapat dalam bentuk tablet kodein sulfat atau kodein fosfat berisi 10, 15, dan 20 mg. Dosis biasa dewasa: 10-30 mg setiap 4-6 jam. Dosis yang lebih besar tidak lagi menambah besar efek secara proporsional. Dosis anak: 1-1,5 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi.

      Fentanil
      Opioid sangat kuat yang digunakan terutama pada anestesia. Berguna pada pompa PCA (patient controlled administr-ation) jika ada alergi terhadap morfin. Berguna sebagai tambahan ke anestesi lokal pada suntikan atau infus epidural. Tersedia dalam formulasi transdermal. Sediaan tempel (patch) kulit 25, 50, 75 m/jam, namun tidak terdaftar untuk nyeri pasca bedah. Obat perlu beberapa jam untuk mencapai dosis maksimum dan berjam-jam untuk menghilangnya efek setelah sediaan tempel dilepas.

      Petidin
      Petidin lebih baik daripada morfin untuk nyeri kolik dan nyeri pankreas, namun tidak ada bukti untuk ini. Dosis 75-100 mg dan boleh ditingkatkan sampai 150 mg jika dibutuhkan. Kerja lebih singkat daripada morfin memiliki metabolit nor-petidin yang neurotoksik yang bisa berakumulasi pada pemakaian jangka panjang.

      Tramadol
      Bekerja sebagai agonis reseptor opioid. Juga memiliki kerja pada lintasan noradrenalin dan serotonergik. · Bukan termasuk obat yang dikontrol (narkotik) namun efek sampingnya sama yakni mual dan muntah. · Berguna pada nyeri ringan sampai sedang. Gunakan 50-100 mg setiap 4 jam, dosis maksimum 400 mg/24 jam.

      Metadon
      Digunakan terutama secara oral tetapi bisa juga IM atau IV. Waktu-paruh bervariasi dengan risiko akumulasi cukup besar. Ini bisa terjadi dalam beberapa hari. · Termasuk narkoba yang telah disalahgunakan, tetapi merupakan analgesik yang sangat berguna. Hanya boleh digunakan oleh mereka yang telah berpengalaman.

      Hapus
  2. Terimakasih kak blognya sangat membantu. Saya akan menjawab pertanyaan no. 2. Golongan Anilin dapat menyebaban methemoglobin karena pada struktur nya terdapat senyawa pengoksidasi sehingga jumlah methemoglobin meningkat. Jika jumlah methemoglobin meningkat didarah, maka oksigen tidak tersalurkan dengan baik ke jaringan tubuh sebab methemoglobin tidak mampu mengikat oksigen sehingga akan timbul gejala penyakit hipoksia dan sianosis
    Mohon di perbaiki jika salah kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. yaaaaa cihuuy terimakasih nunun jawabannya benar, jadi methemoglobin itu bentuk hemoglobin teroksidasi , dalam keadaan normalnya methemoglobin ini sangatlah sedikit di darah , sedangkan hemoglobin banyak karna hemoglobin yang akan membawa oksigen sedangkan methomoglobin tidak dapat berperan seperti itu akibatnya apa ? semakin banyak di darahpun tidak akan mengikat oksigen, dan ujung ujungnya kita hipoksia,
      mungkin dari teman teman lain boleh menambahkan monggo

      Hapus
    2. saya juga menemukan methemoglobil saat praktikum farmakologi tentang toksisistas sianida. methemoglobin terbentuk ketika natrium nitrit sebagai antidotum bereaksi dengan hemoglobin. natrium nitrit ini yang mengoksidasi Hb, sehingga di alitan darah akan terdapat ion feri yang oleh sianida akan diikat menjadi sianmethemoglobin

      Hapus
  3. menurut artikel yang saya baca untuk pertanyaan "apakah peningkatan gugus amino bebas dapat meningkatkan methemoglobin ?" jawabannya iyaa peningkatan gugus asam amino bebas akan meningkatan methemoglobin

    BalasHapus
  4. oh terimakasih tania , berarti bisa dikatakan tidak baik ya tan ? jika terjadi peningkatan gugus asam amino bebas berarti terjadi peningkatan methomoglobin nantinya malahan hipoksia , begitu kan ya tan ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bnar soy, jk asam amino bebas mningkag mka methomoglobin jg akan mningkat akbirny tjd hipoksia. Saya sependapat dg kamu...

      Hapus
    2. Iya bnar soy, jk asam amino bebas mningkag mka methomoglobin jg akan mningkat akbirny tjd hipoksia. Saya sependapat dg kamu...

      Hapus
  5. 1. Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam -%l. $eskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. -al ini disebabkan karena ada daya tarik  menarik dipoldipol antara basa 5 dengan gugus karboksil

    BalasHapus
  6. 1. Turunan metadon bersifat optis aktif karena tidak mempunyai cincin pperidin, seperti pada turunan morfin dan meperidin, tetapi turunan metadon dapat embentuk cincin bila dalam larutan atau cairan tubuh . hal ini disebabkan karna ada daya tarik menarik dipol-dipol anatara N dan gugus karboksil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya akan menambahkan jawaban no 1

      karna metadon termasuk senyawa yang dapat memutar bidang polarisasi. sedangkan yang dimaksud dengan polarisasi adalah pembatasan arah getaran (vibrasi) dalam sinar atau radiasi elektromagnetik yang lain. Untuk mengetahui besarnya polarisasi cahaya oleh suatu senyawa optis aktif, maka besarnya perputaran itu bergantung pada beberapa faktor yakni : struktur molekul, temperatur, panjang gelombang, banyaknya molekul pada jalan cahaya, jenis zat, ketebalan, konsentrasi dan juga pelarut.
      Polarimeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur besarnya putaran optik yang dihasilkan oleh suatu zat yang bersifat optis aktif yang terdapat dalam larutan. merupakan alat yang didesain khusus untuk mempolarisasi cahaya oleh suatu senyawa optis aktif.

      Hapus
    2. mau menambahkan kak, mungkin karena turunan metadon dapat membentuk cincin dalam cairan tubuh sehingga dikatakan sebagai senyawa optis aktif. Karena menurut sumber yang saya dapatkan senyawa optis aktif dapat berinteraksi dengan senyawa aktif optic dalam cairan tubuh, missal protein plasma, membentuk diasterioisomer sehingga terjadi perbedaan absorbs, distribusi dan metabolism isomer-isomer tersebut. Selain itu mungkin karena metadon juga memiliki isomer

      Hapus
  7. Jawaban nomor 1 yaitu Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam -%l. $eskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. -al ini disebabkan karena ada daya tarik  menarik dipoldipol antara basa 5 dengan gugus karboksil.

    BalasHapus
  8. assalamualaikum soya ,saya kan menjawab pertanyaan no 2 Golongan Anilin dapat menyebaban methemoglobin karena pada struktur nya terdapat senyawa pengoksidasi sehingga jumlah methemoglobin meningkat. Jika jumlah methemoglobin meningkat didarah, maka oksigen tidak tersalurkan dengan baik ke jaringan tubuh sebab methemoglobin tidak mampu mengikat oksigen sehingga akan timbul gejala penyakit hipoksia dan sianosis jadi dalam keadaan normalnya methemoglobin ini sangatlah sedikit di darah , sedangkan hemoglobin banyak karna hemoglobin yang akan membawa oksigen sedangkan methomoglobin tidak dapat berperan emakin banyak di darahpun tidak akan mengikat oksigen, dan menyebabkan hipoksia

    BalasHapus
  9. Golongan Anilin dapat menyebaban methemoglobin karena pada struktur nya terdapat senyawa yang bersifat oksidator sehingga dapat meningkatkan jumlah methemoglobin. Jika jumlah methemoglobin meningkat didarah, maka oksigen tidak terdistribusi dengan baik ke jaringan tubuh sebab methemoglobin tidak mampu mengikat oksigen sehingga akan timbul gejala penyakit hipoksia dan sianosis

    BalasHapus
  10. Saya akanencoba menjawab pertanyaan no 1, Turunan metadon bersifat optis aktif karena tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin dan meperidin, tetapi turunan metadon dapat embentuk cincin bila dalam larutan atau cairan tubuh . hal ini disebabkan karna ada daya tarik menarik dipol-dipol anatara N dan gugus karboksil.
    dan biasanya digunakan dalam bentuk garam -%l. meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. -al ini disebabkan karena ada daya tarik menarik dipoldipol antara basa 5 dengan gugus karboksil

    BalasHapus
  11. 1. mengapa golongan metadon bersifat optis aktif?
    Jawab:
    Hal ini dikarenakan golongan metadon tidak mempunyai cincin pperidin, seperti pada turunan morfin dan meperidin, tetapi turunan metadon dapat membentuk cincin bila dalam larutan atau cairan tubuh .

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANTIHISTAMIN

HISTAMIN Sebelum mempelajari tentang obat-obat antihistamin, ada baiknya terlebih dahulu kita membahas mengenai histamin. Histamin atau β-imidazoletilamin merupakan senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, disintesis dari L-histidin oleh enzim histidin dekarboksilase. Enzim histidin dekarboksilase merupakan suatu enzim yang banyak terdapat di sel-sel parietal mukosa lambung, sel mast, basofil dan susunan saraf pusat. Histamin berperan pada berbagai proses fisiologis penting seperti regulasi system kardiovaskular, otot halus, kelenjar eksokrin, system imun dan fungsi system saraf pusat. Histamin dikeluarkan dari tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-protein dalam sel mast sebagai hasil reaksi antigen-antibodi, bila ada rangsangan senyawa alergen. Senyawa alergen dapat berupa spora, debu rumah, sinar ultra violet, cuaca, racun, tripsin dan ezim proteolitik lainnya, detergent, zat warna, obat, makanan dan beberapa turunan amin. ANTIHISTAMIN Antihistamin adalah ob...

EFEK SAMPING DIMENHIDRINAT

Sudah tidak asing lagi mendengar obat ANTIMO bukan ? DIMENHIDRINAT ---- ANTIMO                                       Struktur Dimenhidrinat INDIKASI Dimenhidrinat (dramamine) adalah senyawa yang khusus digunakan untuk mabuk perjalanan dan muntah (Tjay, 2002). MEKANISME KERJA Antihistamin merupakan antagonis reseptor histamin yang mempunyai sifat menghambat efek histamin. Antihistamin mempunyai struktur yang menyerupai histamin sehingga dapat menempati reseptor histamin. Dimenhdrinat merupakan obat antihistamin generasi pertama  dengan mekanisme kerja memblok reseptor AH1. Reseptor H1 diketahui terdapat di otak, retina, medula adrenal, hati, sel endotel, pembuluh darah otak, limfosit, otot polos saluran nafas, saluran cerna, saluran genitourinarius dan jaringan vascular (Helmi dan Munasir, 2007). EFEK SAMPING 1.     Mengantuk Efek sedatif ...