Analgesik adalah senyawa dalam dosis terapeutik
yang dapat meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa menghilangkan kesadaran
(Mutschler, 1991). Analgesik diklasifikasikan dalam 2 golongan besar yaitu
analgesik sentral (golongan narkotik) dan analgesik perifer (golongan
non-narkotik) (Tan&Rahardja, 2008).
1.
ANALGESIK NARKOTIK
Pengertian
Analgetika narkotik adalah senyawa
yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif, digunakan untuk
mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat, seperti rasa sakit yang
disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi dan
kolik usus atau ginjal (Siswandono dan Soekardjo, 2008)
Mekanisme
kerja
MORFIN
MORFIN
Efek analgesik dihasilkan oleh
adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor juga
menimbulkan efek euforia dan rasa mengantuk (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
Contoh
analgesik narkotik adalah morfin dan kodein. Menurut Beckett dan Casy, reseptor
turunan morfin mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk timbulnya
aktivitas analgesik yaitu:
1.
Struktur bidang datar, yang mengikat
cincin aromatic obat melalui ikatan van der Waals
2.
Tempat anionik, yang mampu
berinteraksi dengan muatan positif obat
3.
Lubang dengan orientasi yang sesuai
untuk menampung bagian –CH2-CH2- dari proyeksi cincin
piperidin yang terletak di depan bidang yang mengandung cincin aromatic dan
pusat dasar.
Morfin memiliki tiga gugus polar
(fenol, alkohol dan, amin) sedangkan analognya telah kehilangan gugus polar
alkohol atau ditutupi dengan gugus alkil atau asil. Dengan demikian maka analog
morfin akan lebih mudah masuk ke otak dan terakumulasi pada sisi reseptor dalam
jumlah yang lebih besar sehingga aktivitas analgesiknya juga lebih besar (Patrick,
1995)
Hubungan struktur-aktivitas lain
Hubungan struktur-aktivitas lain
1. Eterifikasi
dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas analgesik,
meningkatkan aktivitas antibatuk dan meningkatkan efek kejang.
2. Eterifikasi,
esterifikasi, oksidasi atau pergantian gugus hidroksil alkohol dengan halogen
atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik, meningkatkan efek
stimulan, tetapi juga meningkatkan toksisitas.
3. Perubahan
gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas
analgesik secara drastis.
4. Pengubahan
konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan efek analgesik.
5. Hidrogenasi
ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang
sama atau lebih tinggi dibanding morfin.
6. Pembukaan
cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas.
7. Demetilasi
pada C17 dan perpanjangan rantai alifatik yang terikat pada
atom N dapat menurunkan aktivitas. Adanya gugus alil pada atom N menyebabkan
senyawa bersifat antagonis kompetitif Ukuran dari
substituen N akan mempengaruhi potensi dan sifat agonis atau antagonis. Secara
umum, substitusi N-metil akan menghasilkan senyawa dengan sifat agonis yang
baik. Peningkatan ukuran substituen N dengan 3 atau 5 karbon akan menghasilkan
senyawa yang antagonis dengan beberapa atau semua reseptor opioid
(Siswandono dan Soekardjo, 2008; Foye et al, 1995)
METADON
Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadon dapat membentuk cincin bila dalam larutan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya tarik –menarik dipol-dipol antara basa N dengan gugus karboksil.
Contoh:
·
Metadon, mempunyai aktivitas analgesik
2 kali morfin dan 10 kali meperidin. Levanon adalah isomer levo metadon, tidak
menimbulkan euforia seperti morfin dan dianjurkan sebagai obat pengganti morfin
untuk pengobatan kecanduan.
·
Propoksifen, yang aktif sebagai
analgesik adalah bentuk isomer α (+). Bentuk isomer α (-) dan β-diastereoisomer
aktivitas analgesiknya rendah. α (-) Propoksifen mempunyai efek antibatuk yang
cukup besar. Aktivitas analgesik α (+) propoksifen kira-kira sama dengan
kodein, dengan efek samping lebih rendah. α (+) propoksifen digunakan untuk
menekan efek gejala withdrawal morfin
dan sebagai analgesik nyeri gigi. Berbeda dengan efek analgesik narkotik yang
lain, α (+) propoksifen tidak mempunyai efek antidiare, antibatuk dan
antipiretik.
2. ANALGETIK NON – NARKOTIK
Berdasarkan
struktur kimianya, analgesik non-narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu
analgesik antipiretika dan obat anti radang bukan steroid (Non Steroidal
Antiinflamatory Drugs = NSAID). Analgesik antipiretika digunakan untuk
pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak
menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit. Contoh golongan ini adalah
asetaminofen. Kelompok NSAID mempunyai efek analgesik, antipiretik dan efek
antiinflamasi. Untuk kasus ini, yang paling banyak digunakan adalah zat-zat
dengan efek samping relatif sedikit, yakni ibuprofen, naproksen, diklofenak
(Siswandono&Soekardjo, 2000, Tan & Rahardja, 2008).
Mekanisme
Kerja
a.
Analgesik
Analgetika
non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat secara langsung
dan selektif enzim-enzim pada system saraf pusat yang mengkatalis biosintesis
prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor
rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti baradikinin, histamin, serotonin,
prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang
rasa sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
b.
Antipiretik
Analgetika
non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas,
pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi buluh
darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan
pengeluaran keringat (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
c.
Antiradang
Analgetika non
narkotik menimbulkan efek antiradang dengan menghambat biosintesis dan
pengeluaran prostaglandin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim
siklooksigenase sehingga menurunkan gejala keradangan. Mekanisme lain adalah
menghambat enzim-enzim yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan
glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringa kolagen dengan memperbaiki
jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-enzim lisosom melalui
stabilisasi membran yang terkena radang (Siswandono dan Soekardjo, 2008).
Penggolongan
Turunan Anilin dan para-Aminofenol
Penggolongan
Turunan Anilin dan para-Aminofenol
Hubungan struktur-aktivitas
1)
Anilin mempunyai efek antipiretik
cukup tinggi tetapi toksisitasnya juga besar karena menimbulkan methemoglobin,
suatu bentuk hemoglobin yang tidak dapat berfungsi sebagai pembawa oksigen.
2)
Substitusi pada gugus amino mengurangi
sifat kebasaan dan dapat menurunkan aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi
gugus amino (asetanilid) dapat menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi
relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar menyebabkan pembentukan
methemoglobin dan mempengaruhi jantung. Homolog yang lebih tinggi dari
asetanilid mempunyai kelarutan dalam air sangat rendah sehingga efek analgesik
dan antipiretiknya juga rendah.
3)
Turunan aromatik dari asetanilid,
seperti benzenanilid, sukar larut dalam air, tidak dapat dibawa oleh cairan
tubuh ke reseptor sehingga tidak menimbulkan efek analgesik, sedang salisilanilid
sendiri walaupun tidak mempunyai efek analgesik tetapi dapat digunakan sebagai
antijamur.
4)
Para-aminifenol adalah produk
metabolic dari anilin, toksisitasnya lebih rendah dibanding anilin dan turunan
orto dan meta, tetapi masih terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai obat
sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk mengurangi toksisitasnya.
5) Asetilasi gugus amino dari
para-aminofenol (asetaminofen) akan menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi
relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar dan pada pemakaian jangka
panjang dapat menyebabkan methemoglobin dan kerusakan hati.
6) Eterifikasi gugus hidroksi dari
para-aminofenol dengan gugus metil (anisidin) dan etil (fenetidin) meningkatkan
aktivitas analgesik tetapi karena mengandung gugus amino bebas maka pembentukan
methemoglobin akan meningkat.
7) Pemasukan gugus yang bersifat polar,
seperti gugus karboksilat dan sulfonat, ke inti benzene akan menghilangkan
aktivitas analgesik.
8)
Etil eter dari asetaminofen
(fenasentin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi, tetapi pada penggunaan
jangka panjang menyebabkan methemoglobin, kerusakan ginjal dan bersifat
karsinogenik sehingga obat ini dilarang di Indonesia.
9) Ester salisil dari asetaminofen
(fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan meningkatkan aktivitas analgesik.
Turunan asam salisilat
Hubungan struktur-aktivitas turunan asam salisilat
1)
Senyawa yang aktif sebagai antiradang
adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting untuk aktivitas dan letak
gugus hidroksil harus berdekatan dengannya.
2)
Turunan halogen, seperti asam
5-klorsalisilat, dapat meningkatkan aktivitas tetapi menimbulkan toksisitas
lebih besar.
3)
Adanya gugus amino pada posisi 4 akan
menghilangkan aktivitas.
4)
Pemasukan gugus metil pada posisi 3
menyebabkan metabolisme atau hidrolisis gugus asetil menjadi lebih lambat
sehingga masa kerja obat menjadi lebih panjang.
5)
Adanya gugus aril yang bersifat
hidrofob pada posisi 5 dapat meningkatkan aktivitas.
6)
Adanya gugus difluorofenil pada posisi
meta dari gugus karboksilat (diflunisal) dapat meningkatkan aktivitas
analgesik, memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek samping,
seperti iritasi saluran cerna dan peningkatan waktu pembekuan darah.
7)
Efek iritasi dari aspirin dihubungkan
dengan gugus karboksilat. Esterifikasi gugus karboksil akan menurunkan efek
iritasi tersebut. Karbetil salisilat adalah ester karbonat dari etil salisilat,
ester ini tidak menimbulkan iritasi lambung dan tidak berasa.
diskusi yuk
1. mengapa golongan metadon bersifat optis aktif
2. mengapa golongan anilin menyebabkan methemoglobin , jelaskan pengaruhnya terhadap kesehatan
3. apakah peningkatan gugus amino bebas dapat meningkatkan methemoglobin ?
4. mengapa pada turunan anilin jika disubstitusikan gugus polar akan menurunkan efek analgetik ?
1. mengapa golongan metadon bersifat optis aktif
2. mengapa golongan anilin menyebabkan methemoglobin , jelaskan pengaruhnya terhadap kesehatan
3. apakah peningkatan gugus amino bebas dapat meningkatkan methemoglobin ?
4. mengapa pada turunan anilin jika disubstitusikan gugus polar akan menurunkan efek analgetik ?
DAFTAR PUSTAKA
Foye, W. O., T. L. Lemke, and D. A.
Williams. 1995. Principles of Medicinal
Chemistry: Fourth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Mutschler
Ernst. 1991. Dinamika Obat Edisi 5. Bandung
: ITB.
Patrick, Graham. 1995. An Introductin To Medicinal Chemistry.
New York: Oxford University Press.
Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga
University Press.
Tan,
H. T. dan Rahardja, K. 2008. Obat-Obat
Penting Kasiat, Penggunaan Dan Efek Sampingnya. Edisi 6. Jakarta : Kompas-Gramedia
assalamualaikum ,bagaimana jika pasien mengalami kecanduan obat analgetik narkotik dan non narkotik di dlm tubuh
BalasHapussaya ingin ikut berdiskusi, sama halnya dengan seseorang yang kecanduan narkoba, maka penyembuhannya dapat dilakukan dengan penurunan dosis atau pemberian obat lain yg memiliki efek sama sehingga gejala putus obat tidak langsung dialami, melainkan penurunan dosis obat hingga pasien bisa benar benar bisa lepas penggunaan obat.
Hapusmohon perbaikannya jika salah
terimakasih mbak ivo , bener nih yang ditambahin mbak ivo, penurunan dosis itu dikenal dengan nama tappering off, jadi perlahan lahan diturunkan dosisnya tidak langsung diberhentikan , namun tappering off ini juga berdasarkan pemantauan langsung oleh dokter ,
Hapuseh iya mungkin yang membuat kecanduan itu yg golongan narkotik kali ya tami ? kalo non narkotik cenderung tidak menimbulkan efek kecanduan
dan menurut saya, selama penggunaan obat analgetik golongan opiat ini sesuai dengan dosis yang dianjurkan tidak akan terjadi kecanduan.
Hapusmbak soya mungkin bisa dipaparkan rentang jendela terapi obat ini?
Dosis dan cara pemberian
HapusMorfin
Morfin adalah obat pilihan untuk analgesia pasca bedah, murah dan digunakan secara luas. Atasi nyeri berat akut atau pasca bedah dengan bolus iv 2-3 mg setiap 3-5 menit (1 mg bolus untuk usia lanjut dan lemah). Pasien harus diawasi ketat selama paling sedikit 30 menit sesudahnya. Dosis intramuskular adalah 7,5 mg selama 40-65 kg berat badan atau 10 mg untuk 65-100 kg.
Kodein fosfat
Kodein terdapat dalam bentuk tablet kodein sulfat atau kodein fosfat berisi 10, 15, dan 20 mg. Dosis biasa dewasa: 10-30 mg setiap 4-6 jam. Dosis yang lebih besar tidak lagi menambah besar efek secara proporsional. Dosis anak: 1-1,5 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi.
Fentanil
Opioid sangat kuat yang digunakan terutama pada anestesia. Berguna pada pompa PCA (patient controlled administr-ation) jika ada alergi terhadap morfin. Berguna sebagai tambahan ke anestesi lokal pada suntikan atau infus epidural. Tersedia dalam formulasi transdermal. Sediaan tempel (patch) kulit 25, 50, 75 m/jam, namun tidak terdaftar untuk nyeri pasca bedah. Obat perlu beberapa jam untuk mencapai dosis maksimum dan berjam-jam untuk menghilangnya efek setelah sediaan tempel dilepas.
Petidin
Petidin lebih baik daripada morfin untuk nyeri kolik dan nyeri pankreas, namun tidak ada bukti untuk ini. Dosis 75-100 mg dan boleh ditingkatkan sampai 150 mg jika dibutuhkan. Kerja lebih singkat daripada morfin memiliki metabolit nor-petidin yang neurotoksik yang bisa berakumulasi pada pemakaian jangka panjang.
Tramadol
Bekerja sebagai agonis reseptor opioid. Juga memiliki kerja pada lintasan noradrenalin dan serotonergik. · Bukan termasuk obat yang dikontrol (narkotik) namun efek sampingnya sama yakni mual dan muntah. · Berguna pada nyeri ringan sampai sedang. Gunakan 50-100 mg setiap 4 jam, dosis maksimum 400 mg/24 jam.
Metadon
Digunakan terutama secara oral tetapi bisa juga IM atau IV. Waktu-paruh bervariasi dengan risiko akumulasi cukup besar. Ini bisa terjadi dalam beberapa hari. · Termasuk narkoba yang telah disalahgunakan, tetapi merupakan analgesik yang sangat berguna. Hanya boleh digunakan oleh mereka yang telah berpengalaman.
Terimakasih kak blognya sangat membantu. Saya akan menjawab pertanyaan no. 2. Golongan Anilin dapat menyebaban methemoglobin karena pada struktur nya terdapat senyawa pengoksidasi sehingga jumlah methemoglobin meningkat. Jika jumlah methemoglobin meningkat didarah, maka oksigen tidak tersalurkan dengan baik ke jaringan tubuh sebab methemoglobin tidak mampu mengikat oksigen sehingga akan timbul gejala penyakit hipoksia dan sianosis
BalasHapusMohon di perbaiki jika salah kak
yaaaaa cihuuy terimakasih nunun jawabannya benar, jadi methemoglobin itu bentuk hemoglobin teroksidasi , dalam keadaan normalnya methemoglobin ini sangatlah sedikit di darah , sedangkan hemoglobin banyak karna hemoglobin yang akan membawa oksigen sedangkan methomoglobin tidak dapat berperan seperti itu akibatnya apa ? semakin banyak di darahpun tidak akan mengikat oksigen, dan ujung ujungnya kita hipoksia,
Hapusmungkin dari teman teman lain boleh menambahkan monggo
saya juga menemukan methemoglobil saat praktikum farmakologi tentang toksisistas sianida. methemoglobin terbentuk ketika natrium nitrit sebagai antidotum bereaksi dengan hemoglobin. natrium nitrit ini yang mengoksidasi Hb, sehingga di alitan darah akan terdapat ion feri yang oleh sianida akan diikat menjadi sianmethemoglobin
Hapusmenurut artikel yang saya baca untuk pertanyaan "apakah peningkatan gugus amino bebas dapat meningkatkan methemoglobin ?" jawabannya iyaa peningkatan gugus asam amino bebas akan meningkatan methemoglobin
BalasHapusoh terimakasih tania , berarti bisa dikatakan tidak baik ya tan ? jika terjadi peningkatan gugus asam amino bebas berarti terjadi peningkatan methomoglobin nantinya malahan hipoksia , begitu kan ya tan ?
BalasHapusIya bnar soy, jk asam amino bebas mningkag mka methomoglobin jg akan mningkat akbirny tjd hipoksia. Saya sependapat dg kamu...
HapusIya bnar soy, jk asam amino bebas mningkag mka methomoglobin jg akan mningkat akbirny tjd hipoksia. Saya sependapat dg kamu...
Hapus1. Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam -%l. $eskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. -al ini disebabkan karena ada daya tarik menarik dipoldipol antara basa 5 dengan gugus karboksil
BalasHapus1. Turunan metadon bersifat optis aktif karena tidak mempunyai cincin pperidin, seperti pada turunan morfin dan meperidin, tetapi turunan metadon dapat embentuk cincin bila dalam larutan atau cairan tubuh . hal ini disebabkan karna ada daya tarik menarik dipol-dipol anatara N dan gugus karboksil.
BalasHapussaya akan menambahkan jawaban no 1
Hapuskarna metadon termasuk senyawa yang dapat memutar bidang polarisasi. sedangkan yang dimaksud dengan polarisasi adalah pembatasan arah getaran (vibrasi) dalam sinar atau radiasi elektromagnetik yang lain. Untuk mengetahui besarnya polarisasi cahaya oleh suatu senyawa optis aktif, maka besarnya perputaran itu bergantung pada beberapa faktor yakni : struktur molekul, temperatur, panjang gelombang, banyaknya molekul pada jalan cahaya, jenis zat, ketebalan, konsentrasi dan juga pelarut.
Polarimeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur besarnya putaran optik yang dihasilkan oleh suatu zat yang bersifat optis aktif yang terdapat dalam larutan. merupakan alat yang didesain khusus untuk mempolarisasi cahaya oleh suatu senyawa optis aktif.
mau menambahkan kak, mungkin karena turunan metadon dapat membentuk cincin dalam cairan tubuh sehingga dikatakan sebagai senyawa optis aktif. Karena menurut sumber yang saya dapatkan senyawa optis aktif dapat berinteraksi dengan senyawa aktif optic dalam cairan tubuh, missal protein plasma, membentuk diasterioisomer sehingga terjadi perbedaan absorbs, distribusi dan metabolism isomer-isomer tersebut. Selain itu mungkin karena metadon juga memiliki isomer
HapusJawaban nomor 1 yaitu Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam -%l. $eskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. -al ini disebabkan karena ada daya tarik menarik dipoldipol antara basa 5 dengan gugus karboksil.
BalasHapusassalamualaikum soya ,saya kan menjawab pertanyaan no 2 Golongan Anilin dapat menyebaban methemoglobin karena pada struktur nya terdapat senyawa pengoksidasi sehingga jumlah methemoglobin meningkat. Jika jumlah methemoglobin meningkat didarah, maka oksigen tidak tersalurkan dengan baik ke jaringan tubuh sebab methemoglobin tidak mampu mengikat oksigen sehingga akan timbul gejala penyakit hipoksia dan sianosis jadi dalam keadaan normalnya methemoglobin ini sangatlah sedikit di darah , sedangkan hemoglobin banyak karna hemoglobin yang akan membawa oksigen sedangkan methomoglobin tidak dapat berperan emakin banyak di darahpun tidak akan mengikat oksigen, dan menyebabkan hipoksia
BalasHapusGolongan Anilin dapat menyebaban methemoglobin karena pada struktur nya terdapat senyawa yang bersifat oksidator sehingga dapat meningkatkan jumlah methemoglobin. Jika jumlah methemoglobin meningkat didarah, maka oksigen tidak terdistribusi dengan baik ke jaringan tubuh sebab methemoglobin tidak mampu mengikat oksigen sehingga akan timbul gejala penyakit hipoksia dan sianosis
BalasHapusSaya akanencoba menjawab pertanyaan no 1, Turunan metadon bersifat optis aktif karena tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin dan meperidin, tetapi turunan metadon dapat embentuk cincin bila dalam larutan atau cairan tubuh . hal ini disebabkan karna ada daya tarik menarik dipol-dipol anatara N dan gugus karboksil.
BalasHapusdan biasanya digunakan dalam bentuk garam -%l. meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. -al ini disebabkan karena ada daya tarik menarik dipoldipol antara basa 5 dengan gugus karboksil
1. mengapa golongan metadon bersifat optis aktif?
BalasHapusJawab:
Hal ini dikarenakan golongan metadon tidak mempunyai cincin pperidin, seperti pada turunan morfin dan meperidin, tetapi turunan metadon dapat membentuk cincin bila dalam larutan atau cairan tubuh .